Monday, August 27, 2007

Logo

Baru sampai di hotel yang sederhana di pinggir pantai, di sebuah kabupaten yang baru dibentuk, telepon berdering.
“Mas, ngimpi apa semalem?”
“Wah, ndak ngimpi apa-apa tuh…”
Sampeyan menang lomba logo lho...”
Sepenggal dialog dengan Mas Tugiran dari Biro Hukum dan Humas masih terngiang di telinga sepanjang perjalanan yang cukup melelahkan dari Bombana ke Kendari.
Siang itu aku harus berpacu dengan waktu mengejar pesawat terakhir menuju Jakarta.
Menang lomba logo yang diadakan kantor untuk mengganti logo yang lama adalah sebuah kejutan yang mendebarkan. Bagaimana tidak? Logo akan terpampang di kop surat, di dokumen-dokumen, di unit-unit organisasi, uh.. banyak orang akan melihat, menilai, mengomentari….
Duk, sebuah guncangan yang cukup keras, di antara begitu banyaknya guncangan di sepanjang jalan yang kondisinya memprihatinkan, memecah lamunanku. Heeemh… aku menghembuskan nafas panjang, berusaha meringankan beban yang menyesak di dada.
***

“Mas, wawancara ya buat Warta?” tanya Mas Ardhi, wartawan Warta Pengawasan, sambil melorotkan kacamatanya.
“He..he.., saya ini ndak bisa ngomong Mas.. apalagi diwawancarai..” aku berusaha ngeles, karena jujur saja aku tidak ingin diwawancarai untuk sebuah publikasi terkait dengan kemenangan ini.
“Ayolah, sekedar mengungkapkan kesan saja..” sambung Mas Tugiran, sang wartawan murah senyum.
Wah, ini dia, justru mengungkapkan kesan ini hal yang paling sulit. Kan, ini menyangkut perasaan di luar dari yang biasanya..
Apa mau dikata, akhirnya harus kujalani juga wawancara ini….
***

“Bagaimana perasaan waktu menerima kabar kalau sampeyan menang?”
“Apa ada firasat untuk menang?”
Waduh, bagaimana menjawabnya? “Biasa aja Mas...” jawabku.
Biasa bagaimana? Lha iyalah, kalau hanya kabar menang sih sudah biasa, kan waktu membuat logo dengan harapan untuk menang, walaupun berdebar-debar juga.
Tapi sebenarnya yang paling berkesan adalah ketika logo dibuka saat acara seremonial ulang tahun. Uh, perasaan bercampur baur tak karuan….
Ada perasaan haru, karena hasil karyaku dengan disaksikan banyak orang dibuka Kepala BPKP sambil diiringi suara sirine dan gamelan Bali….
Ada perasaan cemas, apakah karyaku akan bisa mewakili kemegahan sebuah institusi? apakah bisa menampung aspirasi dari sekian banyak pegawai? apakah bisa? apakah bisa?
Tapi jujur saja, setelah logo ditayangkan, yang dominan adalah rasa cemas apakah logo-ku adalah sebuah karya yang layak untuk menyandang beban berat institusi.

“Dari mana ide untuk membuat logo ini?” tanya Mas Tugiran.
Wah, dari mana ya? Bahkan setelah browsing sana-sini mencari referensi, mencari inspirasi, merenung-renung sampai waktu yang ditentukan tinggal beberapa hari, belum juga ada ide apapun. Akhirnya, entah dari mana, tengah malam ketika sedang mereka-reka logo di komputer, nyelonong juga ide yang sederhana ini menurutku.
Ide dasarnya adalah logo harus berkesan dinamis. Karena kata ‘proaktif’ pada visi BPKP menggambarkan sifat yang dinamis, penuh dengan energi, penuh dengan semangat. Selain itu harus ada bagian yang ujungnya bertemu untuk melambangkan bermuaranya tujuan, sebuah sinergi untuk menggapai cita-cita mewujudkan good governance. Akhirnya, aku memutuskan untuk memiringkan logo, untuk menggambarkan sifat dinamis, dengan memangkas desain awal logo yang kubuat.

“Kenapa tulisan BPKP-nya pake huruf kecil?”
Waduh, sebuah pertanyaan yang di luar dugaan. Soalnya, anakku yang berusia hampir sepuluh tahun pernah protes dengan pertanyaan yang sama ketika menemaniku memoles logo. “Kan, bagus pake huruf besar, Yah?” katanya.
Iya, kenapa aku memilih huruf kecil ya? Mungkin karena huruf kecil lebih bagus dari sisi estetika, dari sudut pandangku tentunya. Ada nuansa dinamika di dalamnya.
Atau, tanpa kusadari, karena aku di bidang APD, sebuah nilai kesetaraan lebih bermakna. Iya lho, ketika sedang melakukan sebuah asistensi di pemda, untuk mendapatkan data atau informasi saja susahnya minta ampun. Mereka cenderung menutup diri. Tampaknya BPKP masih terkesan sangar bagi mereka. Lah, bagaimana mau membangun sebuah sinergi kalau ada pihak yang merasa tidak nyaman dengan kehadiran kita?

“Menurut sampeyan, bagaimana dengan logo-logo lain yang ikut lomba ini”
Mas Tugiran menyodorkan gambar-gambar logo di komputernya.
Wah-wah, lagi-lagi pertanyaan yang sulit buat saya. Apa cukup kompetensi saya untuk menilai logo lain?
Gimana Mas?”
Tidak ada tempat untuk menghindar rupanya.. akhirnya, kuamati juga logo-logo yang terpampang. Dari sisi teknis pembuatan, menurutku, sebagian besar peserta memiliki kemampuan yang lebih baik dariku. Lebih bagus, kurasa. Bukan basa-basi lho….

“Ada hal lain yang mau disampaikan?”
He..he.. apa ya? Ya itu tadi, sejak semula aku sadari bahwa apa yang kubuat tidak mungkin bisa mewakili, menampung, menyalurkan semua ide, keinginan, harapan, citarasa seni dari seluruh teman-teman yang mencintai BPKP ini. Maklum, aku masih cubluk (kurang pengetahuan-red), aku bukan orang yang pintar, apalagi cukup punya kemampuan untuk itu.
Tentunya masih banyak kekurangan yang melekat pada logo yang kubuat. Karena itu, sangat mungkin bagi teman-teman yang mempunyai kelebihan untuk menutup kekurangan itu.

Tabik.
***

No comments: